DPRD Waykanan Hearing Pungli Prona

BLAMBANGANUMPU LAMPUNG SEGALOW – Komisi A DPRD Way Kanan menggelar hearing terkait maraknya dugaan pungutan liar (pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Program Nasional Agraria (Prona).

Hearing dugaan pungli PTSL Prona itu menghadirkan delapan  Kepala Kampung dan lima camat, bertempat di ruang rapat komisi DPRD setempat, Kamis (22/3/2018).

Diadakannya hearing tersebut, dikarenakan maraknya berita di media massa dan adanya pengaduan masyarakat terkait dugaan pungli yang dilakukan oleh beberapa oknum pejabat pemerintahan kampung hingga tingkat kabupaten.

Ketua Komisi A DPRD Waykanan Arsyad sebagai pimpinan rapat dengar pendapat mengatakan, pihaknya ingin mengklarifikasi pihak pemerintahan kampung yang terindikasi pungli Prona.

Bahkan dalam hearing hari itu terungkap, bahwa aliran dana pungli tersebut dinikmati oknum pegawai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Waykanan.

Zulkifli, Kepala Kampung Karanglantang, Kecamatan Kasui, membenarkan bahwa telah memungut Rp650 ribu per buku kepada warga peserta Prona di kampungnya.

“Ya benar, terkait pembuatan sertifikat Prona 2017 kami telah memungut dana Rp650 ribu per buku, dan kami pada tahun itu mendapatkan kuota 570 buku Sertifikat Prona dari BPN Waykanan,” ungkap Zulkifli.

Zulkifli berdalih, pemungutan dana sertifikat tersebut sudah kesepakatan antara aparat kampung dengan warga peserta prona di kampungnya. Zulkifli membeberkan, dana yang dipungut dari warganya itu juga ada yang disetorkan ke pihak BPN,

“Iya, saya menarik uang itu juga untuk setoran ke BPN karena dulu saya pernah membuat dan ikut menguruskan setifikat Prona sebelum saya menjadi Kepala Kampung Karang Lantang, kalo tidak memikirkan mereka (pihak BPN), bisa sampai tahun berikutnya sertifikat yang kami buat tidak akan keluar,” timpal Zulkifli.

Ditempat yang sama, Kepala Kampung Kemu Kecamatan Banjit, Rambat juga membenarkan telah menarik dana Rp800 ribu sampai dengan Rp1 juta per buku sertifikat prona 2017.

“Benar kami pihak kampung telah menarik dana sebesar Rp800 ribu sampai dengan Rp1 juta dalam satu bukunya sertifikat prona tersebut. Tapi dana yang kami ambil itu sudah sesuai dengan kesepakatan bersama,” kata Rambat

Masih kata Rambat, mencuatnya isu pungli tersebut, karena ada Lembaga Suwadaya Masyarakat (LSM) yang masuk ke Kampung Kemu. Bermula dari LSM tersebutlah, maka pemberitaan masalah dugaan pungli prona muncul ke media massa,” tudingnya.

Atas tudingan Kakam Kemu tersebut, Sahdana Wakil ketua Komisi A mengatakan, bahwa LSM dan insan pers melaksanakan fungsinya kontrol sosial pembangunan dilapangan.

Mereka tidak akan mencuatkan masalah apabila mereka tidak ada sumber dan sudah pasti mempunyai bukti kuat terhadap dugaan pungli tersebut.

“Ini saya mohon maaf kepada kepala kampung dan camat yang hadir pada hari ini, terkait apa yang Pak Rambat katakan tadi, sehingga masalah ini mencuat. Menurut saya, LSM dan wartawan tidak akan mengungkap hal ini bila tidak mengantongi sumber dan bukti yang valid,” tandas Sahdana.

Heni Sriwijayanti anggota DPRD dari Dapil V juga mengatakan, bahwa di kampungnya sendiri, Kampung Jukuhbatu, Kecamatan Banjit, juga telah melakukan pungli pengadaan Sertifikat Prona 2017. Kampung tersebut juga telah diundang untuk hadir dalam hearing hari ini.

“Kampung Jukuhbatu juga sudah di undang untuk hadir, tapi ternyata hari ini tidak hadir. Di kampung saya sendiri itu sudah ada warga yang laporan kepada saya, bahwa pembuatan sertifikat Prona dimintai kepala kampung Rp1 juta,” pungkasnya.

Usai hearing, Ketua Komisi A menyatakan akan melakukan hearing lanjutan, menghadirkan pihak dari BPN, Asisten I, Kabag Hukum, Dinas PMPK, camat dan kakam terkait.

Diketahui sebelumnya, Pemerintah Kabupaten  Way kanan telah mengeluarkan Peraturan Bupati Way Kanan Nomor 60 Tahun 2017 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap ( PTSL) Program Nasional Agraria (Prona).

Adanya Perbup PTSL Prona itu sebagai akselerasi pelaksanaan program prioritas percepatan pendaftaran tanah oleh Pemerintah pusat. Sebab dalam pelaksanaannya, perlu dilakukan penyiapan dokumen penguasaan atau pemilikan tanah, sarana dan prasarana yang diperlukan bagi masyarakat agar tanah yang dimiliki dapat didaftarkan, tapi pembiayaannya belum diatur dalam APBN.

Dasar  penerbitan Perbup tersebut adalah Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri, yakni Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Nomor 25/SKB/V/2017, Nomor 590-3167A Tahun 2017 dan Nomor 34 Tahun 2017 tentang Pembiayaan Persiapan Pendaftaran Tanah Sistematis.

Keputusan bersama tiga menteri ini bertujuan untuk penyeragaman biaya sistematis lengkap yang tidak tertampung dalam APBN.

Adapun kegiatan Persiapan Pendaftaran Sistematis Lengkap yang tidak tertampung dalam APBN, yakni kegiatan penyiapan dokumen, pengadaan patok dan materai serta operasional petugas kelurahan dan kampung.

Besaran biaya maksimal yang diperlukan untuk kegiatan itu sebesar Rp200 ribu merupakan untuk biaya yang tercamtum dalam Diktum ke VII angka ke-4 SKB tiga menteri tersebut, yang menggolongkan Provinsi Lampung pada Kategori IV bersama dengan Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bengkulu dan Provinsi Kalimantan Selatan.

Karena itu, dengan terbitnya Perbup Way Kanan Nomor 60 Tahun 2017, jika ada pihak-pihak yang memungut lebih dari Rp200 ribu, maka bisa dikategorikan pungutan liar.

Dengan terbitnya Perbup ini, Bupati Way Kanan menegaskan kepada para camat untuk segera mensosialisasikan ke bawah sehingga dikemudian hari tidak menimbulkan masalah. “Jangan sampai gara-gara uang gak seberapa nanti berurusan dengan hukum,” ujar bupati, ketika itu.(RF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *