BANDARLAMPUNG,LAMPUNG SEGALOW (27/3) -Pembangunan megaproyek Pemerintah Kota (Pemkot) Bandarlampung flyover dan underpass di Jalan Ki Maja – Urip Sumoharjo rencananya akan dimulai pasca lebaran Idul Fitri 1441 hijriah. Sebagian warga menolak penawaran harga pembebasan lahan dari Pemkot sebesar Rp2.5 juta, Jum’at (27/3/2020)
Jumratun (46) warga RT 07 Lk. III Kelurahan Surabaya, Kecamatan Kedaton, pemilik warung ikan hias Adam Aquarium yang juga terkena masuk dalam pembebasan lahan itu mengatakan setidaknya ada 30 persen warga yang menolak penawaran tersebut.
“Seperti saya, setengah warung saya ini terkena pembebasan lahan 7+3 meter dari badan jalan. Menurut saya harga segitu tidak wajar, saya maunya Rp7 juta per meter, malah warga ada yang minta Rp10 juta per meter,” katanya kepada Lampung Segalow
Dia bilang, penawaran dibawah nominal Rp5 juta per meter tidak sebanding dengan nilai bangunan dan usaha yang dijalankan. Pihaknya mempertimbangkan lama pembangunan yang cukup memakan waktu. “Pembangunan flyover ini bisa memakan waktu yang cukup lama, sedangkan seperti saya engga mungkin pindah dagangnya,” ucapnya.
Diungkapkannya, penawaran oleh Pemkot itu sekira sepertengah Februari 2020 di Gedung Semergow dihadapan semua warga lebih kurang sebanyak 32 kepala keluarga yang terdampak pembebasan lahan. “Sekurang-kurangnya 30 persen warga menolak penawaran itu,” imbuhnya.
Pertimbangan warga menolak tawaran itu, karena ganti rugi tidak sesuai harapan. Sertifikat tanah bila digadaikan, setidaknya pihak bank berani meminjamkan uang sebesar Rp10 juta per meter. “Ya harusnya pake harga normal, saya sih mintanya sekitar Rp7 juta per meter kan sudah wajar,” jelasnya.
Sementara, untuk warga yang mendukung lantaran berharap Pemkot bisa membayar tanah milik mereka seharga Rp7-Rp10 juta. Dia menyebutkan, sosialisasi perihal harga pembebasan lahan dikabarkan akan diadakan dalam warktu dekat.
Di sisi lain, Camat Kedaton Febriana S.MIP mengatakan, membenarkan bila suara warga terkait penawaran nilai harga pembebasan lahan pecah menjadi dua, ada yang setuju dan tidak setuju. Namun, Sebagian besar justru setuju. Begitu pun soal pembangunan mega proyek itu. “Hanya sebagian kecil yang tidak setuju pembangunan flyover, dan sebagian besar mereka ikut apa kata pemerintah. Mereka takut, ketika usaha mereka pindah tidak berjalan seperti sekarang ini,” jelasnya.
Febriana mengatakan, nilai ganti rugi yang ditawarkan Pemkot tersebut mengacu pada nilai appraisal (penilaian dari hasil penganalisaan terhadap sesuatu yang nyata, red). Sedangkan, bila mengacu sesuai NJOP, maka masyarakat justru dirugikan. “Setelah dihitung, maka nilai appraisal untuk ganti rugi tanah sebesar Rp2,5 juta per meter, bangunan Rp1,5 juta, dan adalagi untuk septictank, pagar itu dihitung masing-masing,” bebernya.
Terkait hal tersebut, pihaknya berencana dalam waktu dekat melaksanakan sosialisasi kembali kepada masyarakat. Tetapi, terkendala adanya wabah Covid-19. Sehingga, pertemuan yang mengundang orang banyak menjadi tidak memungkinkan dilakukan dalam waktu dekat.
Disinggung kapan pembangunan Flyover-Underpass Ki Maja-Urip Sumoharjo akan dimulai, dirinya pun tidak bisa memastikan secara pasti. “Informasi dari dinas PU, pembangunan dimulai setelah lebaran, cuma belum tahu pastinya kapan,” Ungkapnya
Berdasarkan pantauan di laman Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Kota Bandarlampung, untuk tender melalui APBD 2020 untum pembangunan Flyover-Underpass di Jalan Ki Maja – Urip Sumoharjo baru memasuki tender pengawasan pembangunan dengan pagu Rp1,1 miliar dimenangkan oleh CV Reka Karya Konsultan beralamat Perum Wismamas Blok F1 No.23 Kel. Beringin Raya, Kemiling.
Sedangkan untuk pembangunan Flyover Jalan Sultan Agung dengan pagu Rp35 miliar telah memasuki tahap surat penunjukan penyediaan barang/jasa kepada pemenang yang belum berkontrak PT Adiguna Anugrah Abadi Jalan Suka Manjur Gang SDN 08 Bandarlampung.(din/rf)