LAMPUNG SEGALOW (26/1) – Miris melihat kondisi PT Perkebunan Negara (PTPN) 7 saat ini. BUMN tersebut terus merugi. Bahkan dari informasi yang didapat Bongkarpost.id, kerugiannya terus bertambah hingga mencapai Rp12 triliun, sebanding dengan aset yang dimiliki.
Hal ini disebabkan tidak tercapainya target produksi yang telah ditetapkan oleh Pemegang Saham. Dan ini membuktikan tidak profesionalnya Direksi dalam mengelola perusahaan. Dampaknya, ribuan gaji karyawan PTPN 7 selalu dibayar telat, bahkan karyawan borong selama 3 bulan terakhir tidak dibayarkan.
Dan memprihatinkannya lagi, di tengah kondisi yang terus merugi, Jajaran Direksi tidak aktif dalam memberikan motivasi ke karyawan di unit wilayah kerja. Demikian diungkapkan salah seorang karyawan PTPN 7.
“Direktur tidak peduli dengan kondisi perusahaan, sedangkan nasib ribuan karyawan yang menggantungkan hidupnya kepada perusahaan tidak dipikirkan,” ungkap salah seorang karyawan.
Bahkan, hak karyawan berupa gaji tiap bulan dibayarkan tidak tepat waktu. Terlebih, nasib karyawan borong yang selama tiga bulan belum dibayar.
Masih dikatakan sumber ini, status karyawan tidak tetap pun berubah-ubah, yang sebelumnya borong menjadi ILA. Hal itu tertuang dalam kontrak kerja yang setiap 1 tahun diperpanjang tanpa ada kepastian untuk diangkat. Hal itu guna menghindari peningkatan status karyawan menjadi tetap.
Para penyadap dan pemanen yang merupakan ujung tombak penghasil produksi PTPN 7, yang produktivitasnya melebihi dari karyawan tetap, malah belum mendapat gaji. Terakhir digaji pada September 2019.
Berdasarkan informasi yang didapat, Direksi mengeluarkan surat tertanggal 18 Desember 2019 tentang Karyawan Tidak Tetap tahun 2020 dan tertanggal 31 Desember 2019 tentang Tenaga Panen. Sedangkan karyawan ILA, sudah bertahun-tahun mengabdi kepada perusahaan, kini terombang ambing dengan starus barunya sebagai borong. “Jelas ini menunjukan ketidakbecusan Direktur dalam mengelola SDM di PTPN 7,” tandasnya.
Sejak Jajaran Direksi dibawah kepemimpinan Dirut M. Hanugroho, gaya kerja mewah pun seolah dipertontonkan. Jajaran Direksi ini enggan menempati rumah dinas (rumdis) atau mess yang telah disediakan berseberangan dengan kantor PTPN 7, di Kedaton, Bandar Lampung.
Selama sekitar 2 tahun Jajaran Direksi baru ini bertugas saat berada di Lampung, mereka lebih memilih tinggal di Hotel atau menyewa rumah elit, ketimbang tidur di mess. Bahkan, puluhan unit kendaraan dinas (randis) baru pun bersliweran, meski statusnya menyewa.
Hal ini berbanding terbalik dengan nasib miris yang harus dihadapi karyawan PTPN 7 lainnya, terlebih para buruh borongnya, yang menjual hasil produksinya ke PTPN 7. Alat kerja bagi mereka pun tidak lagi disediakan dengan alasan defisit anggaran.
Kondisi ini jelas membuat gerah para karyawan PTPN 7 dan karyawan di unit wilayah masing-masing. Mereka pun berencana akan menyampaikan keluhannya dengan menggelar aksi ke kantor Direksi PTPN 7.
“Perusahaan akan memaksakan kebijakan baru yang jelas merugikan. Kami kurang apa lagi, gaji telat bahkan berbulan-bulan kami ngalah. Alat kerja yang seharusnya disediakan perusahaan, kami beli sendiri karena perusahaan tidak menyediakan. Ini mau ada kebijakan baru lagi yang enggak karuan,” ungkapnya.
Mereka pun akan menggandeng rekan senasibnya dari kebun yang ada di Palembang dan Bengkulu. “Mereka siap siap turun ke Lampung menyuarakan ini,” tegasnya.
“Kami tidak minta yang macam-macam hanya menuntut hak kami saja, bukan kami tidak tahu kalau Direksi selama ini nginap di hotel, tidak di rumah dinas. Kami susah tidak gajian, para pimpinan kami naik mobil baru, padahal katanya perusahaan sedang susah. Saat kami tanya sama mereka, ini kebijakan Direksi. Kami bekerja tidak mencari kaya, tidak seperti mereka yang gaji besar, ditambah fasilitas hebat dan fee sewa mobil dan lain-lain,” bebernya. (*)
1,464 kali dilihat, 2 kali dilihat hari ini
Tags:
No Responses