LAMPUNG SEGALOW (19/3) – Leonardo DiCaprio, aktor dan sineas Amerika serta aktivis lingkungan, turut memberikan perhatian terhadap masalah limbah plastik Indonesia. Belum lama ini, Leo membagikan cerita singkat tentang seberapa parahnya masyarakat Indonesia secara umum menjadi bagian dari pencemaran limbah plastik secara global.
Lewat akun Instagram pribadinya pada 15 Maret 2019, Leo menggugah ulang salah satu postingan foto dari proyek dokumenter tentang bidan di Tempat Pembuangan Sampah (TPA) Bantar Gebang (landfill midwife) karya fotografer Elisabetta Zavoli.
Zavoli mengunggah beberapa fotonya lewat akun kolaborasi @everydayclimatechange di Instagram selama 4-9 Maret 2019.
Di situ, Zavoli menceritakan fragmen kehidupan sehari-hari warga pemulung di kelurahan Ciketing Udik dan Cikiwul, termasuk bagaimana bayi-bayi di sana dilahirkan dan tumbuh besar. Secara khusus, dia bercerita tentang Rusmini alias Mak Muji, perempuan 55 tahun yang menyambung hidup sebagai pemulung dan membantu warga pemulung lain dengan menjadi bidan.
Leo membagikan ulang salah satu foto Zavoli kepada 29 juta pengikutnya di Instagram.
Foto ini memotret beberapa lelaki kelurahan Cikiwul yang mencari ikan di genangan air berlumpur yang sudah “tercemar” limbah resapan dari TPA Bantar Gebang.
Apa yang sebenarnya mencemari dan membuat ini menjadi masalah serius? Deskripsi tulisan Zavoli dalam postingan foto menjelaskan dampak negatif penggunaan plastik bagi pencemaran global.
“TPA Bantar Gebang menerima sampah dari sekitar 15 juta orang di Jakarta. Pemulung sampah butuh sampah untuk bekerja dan masyarakat Indonesia butuh pemulung untuk bisa mendaur ulang sampah yang memungkinkan dan kalau tidak, akan dibuang begitu saja,” tulis Zavoli.
“Indonesia berada di peringkat kedua penyumbang limbah plastik terbesar di dunia setelah Tiongkok. Menurut laporan, negara ini menghasilkan 187,2 juta ton sampah plastik setiap tahun. Lebih dari sejuta ton sampah plastik ini terbuang ke laut.”
“Studi terbaru menemukan bahwa ketika membusuk, plastik meninggalkan jejak metana dan etilena (dua gas rumah kaca yang kuat) dan tingkat emisi juga meningkat seiring waktu. Emisi terjadi ketika materi plastik terpapar radiasi matahari sekitar, baik di air maupun udara. Namun di air, tingkat emisinya lebih tinggi.”
“Hasil menunjukkan bahwa plastik merupakan sumber suatu gas konsentrasi kecil (di bawah 1%) terkait iklim yang belum pernah dikenal sebelumnya, yang diperkirakan akan bertambah selama plastik masih dibuat dan terkumpul di lingkungan. Polietilena, yang digunakan untuk kantung belanja, adalah polimer sintetik paling banyak dibuat dan dibuang, serta diketahui sebagai penghasil metana dan etilena terbesar.”
“Diperkirakan lebih dari 8 miliar ton plastik mentah sudah dibuat sejak 1950. Hal ini membuat plastik menjadi salah satu materi terbesar, setelah besi dan semen, yang dibuat manusia di planet ini. Dari jumlah itu, lebih dari setengahnya dibuat selama 16 tahun terakhir, di antara kenaikan tren global pemakaian plastik sekali pakai. Tingkat produksi tahunan sekarang diperkirakan akan meningkat dua kali lipat lebih selama 20 tahun ke depan.”
Leo aktif sebagai pegiat isu lingkungan sejak muda. Setelah kesuksesan filmnya Titanic (1997), dia mendirikan Leonardo DiCaprio Foundation, lembaga nirlaba yang khusus mempromosikan kesadaran lingkungan. Hingga kini, lembaga ini telah bekerja di puluhan negara.
Pada 2016, ketika berkunjung ke Taman Nasional Gunung Leuser Aceh dengan visa turis, Leo pernah diancam namanya akan dimasukkan daftar hitam oleh petugas imigrasi jika memuat komentar provokatif di media sosial. Kala itu, Leo menuliskan bahwa ekspansi perkebunan sawit mengancam habitat hewan di hutan seperti gajah.(LS/RF)