BANDAR LAMPUNG,LAMPUNG SEGALOW (01/11) -Tantangan dinamika ekonomi global sedang dihadapi oleh seluruh negara, termasuk Indonesia. Ketidakpastian kondisi global yang masih terjadi dalam beberapa tahun terakhir telah berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap perusahaan maupun investor di pasar finansial dalam hal menentukan arah strategi kedepannya. Pertama, faktor perang dagang menjadi yang paling sulit untuk diprediksi karena sangat bergantung pada kesepakatan AS dan China. Dampak dari perang dagang yang bergulir sejak tahun 2018 itu semakin terlihat pada geliat perekonomian dunia, terutama pada kegiatan-kegiatan industri manufaktur. Kedua, arah kebijakan suku bunga AS menjadi salah satu penentu apakah momentum pelemahan ekonomi dunia terus berlanjut atau berbalik pada tahun 2020 nanti. Kekhawatiran tentang ketidakpastian serta perlambatan ekonomi pun semakin terkonfirmasi oleh penurunan angka proyeksi pertumbuhan ekonomi. Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) baru saja memutuskan untuk memangkas proyeksi pertumbuhan global menjadi 2,9% pada tahun ini, turun dari perkiraan sebelumnya 3,2%. Demikian halnya untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, yaitu menjadi hanya 5% untuk tahun 2019 dan 2020.Kamis(31/10/19)
Namun demikian, di tengah situasi ekonomi global yang dinamis, Indonesia masih mampu mencatat arus modal masuk yang positif baik di pasar saham maupun obligasi. Selain itu, dengan pengelolaan fiskal dan moneter yang baik, Indonesia masih mampu mengalami kenaikan peringkat utang (rating) menjadi BBB dari BBB- berdasarkan evaluasi S&P Global Ratings pada Mei 2019 lalu. Walaupun beberapa negara lain seperti, Brazil, Turki dan Meksiko justru mengalami penurunan rating.
Melihat kondisi tersebut serta dalam rangka menyambut serta mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia dengan penuh harapan baru pada kepemimpinan periode kedua Presiden Joko Widodo, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) memandang perlu untuk menyelenggarakan acara CEO Networking 2019 yang bertema “Embracing the Opportunities in Dynamic Global Economy” dalam rangkaian HUT ke-42 Tahun Pasar Modal Indonesia bagi CEO dari Stakeholders di Pasar Modal Indonesia.
Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK Hoesen dalam sambutan pembukaan mengatakan pertumbuhan ekonomi yang stabil turut memberikan manfaat positif terhadap aktivitas investasi di Pasar Modal Indonesia tercermin dari pengggalangan dana yang meningkat, jumlah perusahaan yang go public, pertumbuhan Nilai Aktiva Bersih reksadana dan peningkatan jumlah investor.
“Terjaganya stabilitas sistem keuangan ini tentunya merupakan buah dari kerjasama dan sinergi yang erat antara otoritas fiskal, moneter, dan otoritas industri jasa keuangan serta seluruh pelaku ekonomi Indonesia,” kata Hoesen.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam diskusi menyampaikan bahwa kondisi stabilitas sektor jasa keuangan hingga pekan keempat Oktober dalam kondisi terjaga di tengah perlambatan pertumbuhan perekonomian global. Intermediasi sektor jasa keuangan tercatat membukukan perkembangan yang stabil dengan profil risiko yang terkendali.
Data September menunjukkan CAR perbankan sebesar 23,38 persen, Risk Based Capital (RBC) asuransi jiwa 667,47 persen, RBC asuransi umum 321,4 persen dengan gearing ratio perusahaan pembiayaan 2,72 kali. Risiko kredit dan pembiayaan juga terjaga dengan NPL gross 2,66 persen dan NPL nett 1,15 persen. NPF gross 2,66 persen dan NPF nett 0,55 persen.
Kredit perbankan sampai September mencapai Rp5.524,19 triliun atau tumbuh 7,89 persen (yoy), antara lain ditopang kredit infrastruktur Rp777,89 triliun (16,67 persen/yoy), kredit pariwisata Rp131,56 triliun (7,35 persen/yoy), kredit pengolahan Rp917,46 triliun (5,54 persen/yoy), kredit perikanan kelautan Rp93,22 triliun (0,07 persen/yoy) dan kredit perumahan Rp512,8 triliun (9,99 persen/yoy). (01/11) (ve/rf)