OJK Setengah Kopling

BANDARLAMPUNG LAMPUNGSEGALOW – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkesan ragu, alias setengah kopling, dalam menyimpulkan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Pasar salah terkait kebijakan pinjaman. BPR memberi kucuran dana talangan ke Pemkot Bandarlampung untuk membayar gaji guru honorer, beberapa waktu lalu.
Dugaan tersebut menguat karena gaji guru honorer seharusnya dibayar menggunakan dana APBD, tapi belum saja semuanya dibayarkan, uang kas di pemkot sudah habis.
“Ternyata uang untuk gaji guru honorer berasal dari BPR Pasar dan Kas Koperasi Betik Gawi,” ujar warga.
Kemudian untuk membayarkan gaji para guru honorer itu, pemkot Bandarlampung diduga mengutak-atik dana kas di Bank milik Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yakni Bank Pasar.
Dan menurut pihak OJK, selaku lembaga pengawas jasa keuangan, hal itu sangat dilarang.
Selain Bank Pasar, Pemkot Bandarlampung juga diduga menggunakan dana kas usaha Koperasi, yang bernama Betik Gawi, untuk keperluan yang sama.
Sementara itu, OJK selaku lembaga pemerintah bidang pengawasan sektor industri jasa keuangan baik bank maupun nonbank, menegaskan bahwa perusahaan perbankan, tidak diperbolehkan mengeluarkan dana talangan kepada siapapun.
“Penalangan tidak diperbolehkan. Harus jelas underlying transaksinya, dana keluar dari bank untuk pemberian pinjaman, harus melalui proses perkreditan jadi ada akad kredit. Gak boleh selain itu” ujar Pengawas Perbankan OJK Lampung, Bangun Kurniawan, saat dihubungi, Minggu (28/1).
Terkait adanya dugaan salah satu bank jenis BPR (Bank Perkreditan Rakyat), milik pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang mengeluarkan dana talangan untuk kepentingan pemerintah daerah setempat, Bangun menegaskan bahwa pihaknya akan segera mengecek dokumen pencatatan dan melihat arus dana yang keluar dari bank yang dimaksud.
“O…kalau seperti itu harus dilihat dulu faktanya, kita harus cek dokumen pencatatan dan lihat arus dana keluarnya. Sebab apakah dana yang keluar tersebut pakai dana tabungan/giro pemerintah di BPD. Tapi kalau penalangan tidak diperbolehkan. harus jelas underlying transaksinya” tegas dia.
Bangun menambahkan, hal yang terpenting ialah, prinsipnya dana keluar dari bank, untuk pemberian pinjaman harus melalui proses perkreditan, jadi ada akad kredit. Selain itu tidak diperbolehkan.
“Penalangan tidak boleh karena bank sudah badan usaha tersendiri kecuali dilakukan dengan mekanisme pemberian kredit” tambahnya.
Bangun menegaskan, jika terdapat indikasi adanya perusahaan perbankan yang melakukan penalangan dana, maka OJK selaku lembaga pemerintah yang bertugas mengawasi dan mengatur perusahaan industri jasa keuangan tersebut, akan melakukan pengecekan langsung untuk mendapatkan faktanya.
“Kalau yang mau pinjam pemerintah, harus mengacu kepada ketentuan tentang tatacara pemerintah mengajukan pinjaman karena harus ada persetujuan beberapa pihak, dan biasanya yang paham tentang hal itu adalah orang pemerintahan di biro ekonomi dan hukum. Sedangkan di bank akan melakukan proses sama dalam memproses kredit,” katanya.
Dia melanjutkan, untuk manajemen resiko gagal bayar karena pinjaman yang cukup besar, semua tergantung ketentuan masing-masing bank dalam memitigasinya. Terkait agunan tidak semua kredit wajub ada agunan bang tergantung kebijakan masing-masing bank dalam memitigasi risiko kreditnya.
Dia mencontohan, kalau kredit kepada Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), atau Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang plafond kreditnya kecil sebesar Rp1-5 juta, mungkin bank tidak meminta agunan karena mereka akan perkuat analisa pada karakter dan kemampuan membayar calon debitur. (RF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *