Pemberitaan soal Bunuh Diri Tak Boleh Sensasional

LAMPUNG SEGALOW (15/3) – Akhir-akhir ini kejadian bunuh diri menjadi perhatian publik, seperti kasus bunuh diri sopir taksi di Jakarta, kejadian pria bunuh diri di Lampung dan terakhir kejadian pria bunuh diri di sebuah mal di Jakarta.

Kasus-kasus bunuh diri yang marak belakangan ini, juga tak lepas dari sorotan media. Namun sayangnya, pemberitaan yang muncul masih menguraikan metode bunuh diri dengan jelas. Bahkan tak jarang, media menyertakan foto lokasi bunuh diri.

Terkait dengan hal tersebut, Pengacara LBH Pers, Gading Yonggar Ditya menyebut, penting bagi jurnalis untuk tahu apa saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan pemberitaan seputar peristiwa bunuh diri untuk meminimalisir dampak dari kejadian bunuh diri.

“Ada dua nilai komposisi pemberitaan, pertama media atau pers harus menjalankan edukasi ke publik. Bagi kita harus mutlak jangan sampai media men-trigger seseorang untuk melihat sisi negatif sehingga mereka bunuh diri,” kata dia dalam acara Diskusi Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) di Kalibata, Jakarta Selatan, Kamis, 14 Maret 2019.

Selain itu, penting juga untuk memperhatikan komposisi berita agar jangan terlalu sensasional. Mengingat kata dia, itu bisa men-trigger seseorang dengan kesehatan jiwa yang rendah untuk melakukan hal serupa.

“Soal privasi, kalau kita riset pola pemberitaan saat ini menjalankan secara mendetail bagaimana kronologis bunuh diri itu,” ucap dia.

Kemudian dia melanjutkan, media juga diharapkan untuk tidak menampilkan wajah atau mendeskripsikan kondisi korban. Hal ini kata dia dapat membuat seseorang yang memiliki kesehatan mental yang rendah bisa melakukan hal yang sama.

“Gaya bahasa juga harus diperhatikan,” ujarnya. (LS/RF)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *