Takut Dibui 20 Kades Tolak Dana Desa

MESUJI LAMPUNG SEGALOW – Sebanyak 20 kepala desa (kades) di Kecamatan Wayserdang, Mesuji, menolak Dana Desa (DD) 2018. Alasannya? Penggunaan anggaran pusat itu rentan masuk bui.

Penolakan tersebut tertuang dalam surat APDESI Kecamatan Wayserdang nomor 140/001/APDESI/MSJ/III/2018 yang ditujukan kepada Menteri Desa, cq. Direktorat Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

Alasan yang dikemukakan dalam surat pernyataan tersebut sehubungan dengan kasus yang menimpa Kades Rejo Mulyo, Kecamatan Wayserdang dalam kasus dugaan penyalahgunaan DD 2016 dan proses penyidikan yang dilakukan oleh Polres Mesuji terhadap beberapa  kades yang dicari-cari kesalahannya.

Ketua APDESI Kecamatan Wayserdang Sujoko mengatakan bahwa kades merasa tidak nyaman lagi karena adanya beberapa oknum dari kepolisian yang mengatasnamakan tim tipikor yang datang menakut-nakuti dan mencari-cari kesalahan kades.

“Ada beberapa oknum dari kepolisian yang mengatasnamakan tim tipikor yang datang menakut-nakuti dan mencari-cari kesalahan sehingga membuat kami tidak nyaman.  Saat ini sudah empat desa yang didatangi,” ungkap Joko, Jumat (9/3/2018).

Camat Wayserdang I Komang Sutiaka mengatakan bahwa penyebab penolakan tersebut karena kades merasa khawatir tentang pelaksanaan DD akibat tim tipikor mendatangi dan bertanya-tanya langsung kepada kades.

“Padahal sudah ada payung hukum yakni nota kesepahaman antara menteri desa, menteri dalam negeri dan kapolri tentang pengawasan dan pencegahan pelaksanaan dana desa. Dalam hal monitoring dan evaluasi  pihak kecamatan sudah melibatkan kapolsek, danramil, babinkamtibmas, babinsa, pendamping desa dan pendamping ahli, seharusnya tim tipikor cukup menanyakan kepada kapolsek dan babinkamtibmasnya,” ucap I Komang.

Lebih lanjut I Komang menambahkan bahwa tahap awal pengawasan  ada pada Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang melekat pada Inspektorat Pemkab Mesuji sehingga ketika masih dalam pengawasan inspektorat  Aparatur Penegak Hukum (APH) tidak boleh langsung masuk.

“Semua pelaksanaan dana desa kami laporkan kepada inspektorat selaku aparatur pengawasan internal pemerintah. Kalau ada tindak pidana korupsi seharusnya tim tipikor tanya dulu ke inspektorat sebab kalau masih dalam pengawasan inspektorat kan tidak boleh APH masuk. Mekanismenya kalau ada temuan dari inspektorat, maka pihak pelaksana (Kades) harus melengkapi dalam waktu 60 hari, dan apabila dalam waktu 60 hari tidak ditindaklanjuti maka APIP melapor kepada APH. Kalau ada temuan langsung dipanggil alias dicomot maka akan banyak kepala desa masuk bui,” tegas I Komang.

Dia berharap agar mekanisme dan kesepakatan dalam nota kesepamahan bersama tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

“Mekanisme harus dijalani sebagamana mestinya, kesepakatan harus dilaksanakan bersama-sama dan saling mengerti, batas tim tipikor seperti apa sih dan batas APIP separti apa sih,” tandas I Komang.

Terpisah Kapolres Mesuji AKBP Prianto Teguh Nugroho menyangkal adanya tim Tipidkor yang sengaja mendatangi kades. “Silahkan dikros cek tidak ada tipikor yang mendatangi kades. Kami bekerja sesuai degan juklak dan juknisnya berdasarkan laporan dan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diteruskan ke tim tipidkor. Sejauh ini kami fine-fine saja dan kita tidak ada niat mencari cari kesalahan kades,” tandas Kapolres. (SP/RF)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *