BANDARLAMPUNG, LAMPUNG SEGALOW (05/12) – Berbagai macam organisasi kelembagaan perempuan, salah satunya Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR mendeklarsikan pencegahan perkawinan anak dan mendukung UU perkawinan no 16 tahun 2019 perubahan atas UU no 1 tahun 1974 tentang perkawinan, sebagai upaya pemerintah dalam mencegah perkawinan anak, Kamis (5/12/2019)
Kampanye itu di lakukan dengan bekerjasama pemerintah kota Bandarlampung. Memanfaatkan Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang dilaksanakan selama 16 hari.
Dalam agenda yang diadakan di ballroom hotel Emersia itu, di buka langsung oleh Walikota Bandarlampung Drs H. Herman HN, MM. Dalam kesempatan ini, ia menyampaikan bahwa peranan perempuan sangat penting di dunia ini, oleh karena itu ia juga menentang kekerasan yang terjadi terhadap perempuan dan perkawinan anak.
Selanjutnya, orang nomor satu di Kota Bandarlampung ini mengatakan bahwa sosialisasi perkawinan anak dan kekerasan terhadap perempuan perlu dilakukan lebih dini, dan berjangka.
” iya, diperlukan penyuluhan ke anak-anak mulai dari tingkat SMP sampai SMA dengan terus menerus, bila perlu perempuan sejak dini diajarkan bela diri sehingga dia mempunyai kekuatan lebih agar tidak diganggu oleh orang yang tidak bertanggung jawab, ” katanya
Walikota Herman HN juga menambahkan bahwa ia sangat merespon positif kegiatan yang dilakukan oleh Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR dengan harapan penyuluhan masalah perempuan ini bisa berjalan terus setiap harinya.
” Bagaimana sesama perempuan yang lebih mengerti, lebih memahami, saling menasehati sesama perempuan,” harapnya.
Sementara itu Direktur DAMAR, Sely Fitriani menyampaikan, bahwa tujuan diskusi tersebut selain untuk mensosialisasikan UU nomor 16 tahun 2019 juga untuk meningkatkan pengetahuan dampak bahaya perkawinan anak.
” Perkawinan anak juga menjadi salah satu penyebab kematian ibu saat melahirkan, sehingga kita harus terus berkomitmen bersama melakukan upaya strategis untuk mencegah perkawinan anak, ” katanya saat menyampaikan sambutan.
Lebih lanjut, Sely mengatakan bahwa perkawinan anak merupakan salah satu bentuk kekerasan dan bentuk ketidak adilan terhadap perempuan.
” Pelaminan itu bukan tempat untuk bermain anak, dari data-data dan faktanya kasus perceraian dan kasus KDRT itu bermula dari kasus-kasus perkawinan anak, ” lanjutnya.
Sely juga berharap dengan adanya UU No 16 tahun 2019 perubahan atas UU no 1 tahun 1974 bisa mencegah perkawinan anak.
” Jadi sudah ada UU No 16 tahun 2019, dimana dijelaskan dalam pasal 7 menyampaikan bahwa batas usia perkawinan sekarang 19 tahun, jadi harapannya semua pihak bersama melakukan upaya-upaya agar tidak ada anak usia di bawah umur 18 tahun yang menikah, ” harapnya
Diskusi ini diisi oleh Mirza Pahlevi perwakilan Kanwil Kemenag Lampung, Kadis PPA Bandarlampung Sri Aisyah, serta dr Boy Zaglul Zaeni. Kegiatan ini diawali dengan deklarasi perempuan muda. Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan deklarasi tolak perkawinan anak. (din/rf)
1,136 kali dilihat, 2 kali dilihat hari ini
Tags:
No Responses